Senin, 13 Maret 2023

Sayap-sayap Bunda yang patah

Bunda,
Ijinkan aku berpuisi tentang malam yang begitu kejam, 
Tentang petang yang begitu kelam,
Tentang pagi yang begitu dingin,
Tentang hari yang begitu perih. 

Bunda, 
Aku aku telah dihantui rasa takut, 
menjelma menjadi amarah dan aku yang menjadi ragu. 
Pada siapa aku mengadu ketika raga yang tak mampu menyapa. 
Ayam berkokok telah berbunyi dan aku yang belum siap dicambuk darah dan air mata.

Bunda, 
pukulan hangat itu mulai menyambar 
laksana petir yang berlarian mengejar mangsa, sakit, perih, aku tergeletak di tanah dan lututku yang tegar harus tersungkur dibawa kaki mereka, orang-orang berbadan kekar yang kau sebut paglima. 
Mukaku berlumuran darah, tanganku gemetar, bibirku kering, aku haus, aku rindu pelukanmu saat itu. 

Bunda, 
Kau memandangku dengan mata yang tak terpejamkan, air mata yang tak terhentikan sambil menerobos masuk dan memandang wajahku lebih dekat. 
Saling bertatapan, dan kini, sayapmu telah patah, berkeping-keping hingga tak mampu dirajut kembali.
Bunda,peluklah aku, balut lukaku dan ajar aku merajut lukaku sendiri.

Kepada Bunda yang menahan pilu
Elisabeth Nggesu, 2023

Tidak ada komentar:

Posting Komentar