Selasa, 22 Oktober 2019

MISIONARIS APOSTOLIK



CLARET: MISIONARIS APOSTOLIK
(P. John, CMF)

1. Pengantar: Detak Nadi Sang Misionaris
            Darah dan gairah sebagai misionaris adalah sesuatu yang inheren dalam detak nadi hidup dan karya Pater Claret. Sejak menjadi Pastor rekan dan ekonom selama 4 tahun berkarya di Paroki St. Maria Sallent, dia sungguh menyadari  bahwa dirinya tidak cukup hanya menjadi seorang imam projo, yang hanya melayani di satu paroki saja. Dia merasa terpanggil untuk melayani melampaui territorial Cataluña, menjadi misionaris universal. Detak nadi misionernya menggerakan dia untuk tidak merasa nyaman dan puas dengan hanya memimpin misa dan melayani sakramen; Claret menyadari bahwa Allah memanggil dan mengutusnya untuk menjadi pewarta Sabda yang meretas batas-batas parokial, membawa sukacita Injil kepada semua  orang dan segala bangsa, khususnya pertobatan bagi para pendosa, pembebasan bagi mereka yang tertindas dan kabar baik bagi mereka yang sakit dan miskin (cf. Aut. 110, 111).
            Dalam penjelasan tentang perumpamaan talenta, sebagaimana Claret kisahkan dalam Avisos a un sacerdote (apendiks no. 12), ia menunjukan perbedaan antara seorang misionaris dan seorang pastor paroki. Keduanya telah menerima talenta imamat, pastor paroki menerima satu talenta tambahan, yaitu paroki, sementara seorang misionaris telah menerima empat talenta lain, yakni seluruh dunia. Dalam satu surat kepada seorang calon misionaris yang tergoda untuk menjadi seorang canonis ia menulis: "Perlu diingatkan bahwa menjadi seorang misionaris itu lebih dari seorang pastor paroki, lebih dari seorang canonis, lebih dari… Bahaya-bahaya yang ada dalam dua status ini lebih besar dan hasilnya kurang dibandingkan dengan status sebagai misionaris" (Epistolario, surat 886).
            Pasion misionarisnya ini berbasiskan pada kecintaanya yang luarbiasa akan Sabda Allah. Bisikan profetis nabi Yesaya dan Yeremia menginspirasi dan mendorongnya untuk menjadi corong Sabda Allah (Aut. 113-120). Claret merasa terpanggil untuk meneladani dan menyerupai Yesus yang mewartakan Sabda Allah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mosen Claret menyadari bahwa "kegalauan teologis" akan pengalaman mistiknya ketika masih berumur 5 tahun: selamanya, selamanya, selamanya…penderitaan abadi itu hanya bisa terjawab secara ekslusif melalui pewartaan Sabda; hanya kehangatan dan ketajaman Sabda Allah yang mampu menobatkan dan menyelamatkan manusia dari ancaman derita kekal. Kesadaran soteriologis inilah yang membuat Claret tidak pernah merasa lelah untuk berkotbah dan menobatkan begitu banyak orang. Detak nadi misionaris dan pasión akan Sabda Allah inilah yang menyakinkan pater Claret pada September 1839 meninggalkan spanyol dan pergi ke Roma untuk menyerahkan diri pada Propaganda Fide agar bisa diutus menjadi misionaris ke seluruh penjuru dunia.

2. Misionaris Apostolik: Identitas Panggilan dan Misi Claret
            Pada bulan Juli 1841 Claret menerima gelar “Misionaris Apostolik” dari Tahta Suci. Sebuah gelar yang mengindikasi bahwa seseorang menerima previllage atau hak istimewa secara yuridis yang mengizinkannya untuk berkotbah di mana saja, tanpa terikat pada satu paroki atau keuskupan tertentu. Bagi Claret, gelar ini bukan hanya sebatas suatu kehormatan ataupun sesuatu yang yuridis, melainkan sebuah gelar yang mengkonfirmasi semangat dan gairah misioner yang sudah terpatri dalam dirinya sejak lama. "Misonaris Apostolik" merupakan gambaran yang lebih otentik dan mendalam berkaitan dengan personalitas Pater Claret. Gelar "Misionaris Apostolik" mengekspresikan definisi dirinya yang esensil (Cf. MCT 56). Seluruh dinamika hidup panggilan dan misi Pater Claret senantiasa dijiwai oleh roh misionaris apostolik tersebut. Hidup, panggilan dan misi Claret selalu berdimensi apostolik.
            Claret memahami kata "Misionaris" sebagai karya evangelisasi, mewartakan Sabda Allah, sebagaimana dihidupi oleh para nabi, sembari mengesampingkan struktur-birokrasi pastoral dan sacramental. Baginya, kata misionaris berkaitan erat dengan Pribadi Kristus: Yang Diurap dan Diutus; Yesus Kristus adalah "Cabeza de los misioneros" (Kepala dari para misionaris). Kesadaran kristologis inilah yang terus menggerakan Claret untuk menyerupai Kristus, menyatukan dirinya dengan-Nya, mengikuti dan menderita bersama-Nya demi pewartaan Sabda Allah. Claret merasa terpanggil untuk menyerupai seutuhnya Yesus yang mewartakan Kabar Baik, berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, dan bahkan berpuncak pada pengorbanan di Salib. Singkatnya, Claret bertekad menyerupai kemisionarisan Yesus sendiri.
            Demikianpun, Claret menginterpretasi kata "Apostolik" berkaitan dengan corak hidup dan misi Para Rasul. Mereka terpanggil hidup secara dekat dengan Yesus, dan mereka diutus untuk mewartakan Injil sampai ke ujung dunia. Claret juga memahami kata apostolik sebagai corak hidup yang berpusatkan pada kemiskinan, dan kesiapsediaan untuk diutus kemana saja dalam spirit itinerant yang konstan, serta hidup dalam komunitas dan persaudaraan demi pelayanan akan pewartaan Injil.

3. Karakter-Karakter Misionaris Apostolik Claret
            Totalitas hidup dan karya Pater Claret seutuhnya berfondasikan pada identitasnya sebagai "Misionaris Yesus Kristus" seturut gaya dan corak hidup Para Rasul. Kita dapat menyebutkan beberapa karakter fundamental Misionaris Apostolik Claret:
            Pertama, Pasion-Gairah. Pater Claret mendefinisikan "pasion" sebagai kasih yang bernyala-nyala (cf. Aut.381). Dia mengutip kata-kata St. Agustinus: "kasih dikenal melalui pasion. Siapa yg tdk memiliki pasion berarti tak memiliki kasih". Claret memahami Kasih itu sebagai  “ser activo y sufrir" (menjadi aktif dan menderita):memasuki pekerjaan-pekerjaan, berkorban dan menderita demi kemulian Tuhan dan kebaikan sesama (cf. Aut. 382).Bagi Claret, seorang misionaris harus memiliki "gairah apostolik“ dan terdorong selalu oleh kasih Kristus (Caritas Christi Urget Nos). Namun, sebagaimana diyakini Claret, Pasion itu bukanlah produksi dari usaha dan jasa manusia, melainkan sebuah anugerah dari Roh Kudus. Maka, seorang Misionaris Apostolik itu diurapi dan diutus oleh Roh Kudus (Aut.118). Keterbukaan terhadap daya Roh Kudus menjadikan seorang misionaris mencintai dan berpasion-gairah akan pewartaan Sabda Allah.
            Kedua, Diutus. Claret memahami semangat misionernya dgn kata-kata: “spiritus Domini super me et evangelizare pauperibus misit me Dominus (Aut. 118; Lk. 4:16-) – Roh Tuhan ada padaku, untuk mewartakan Kabar Baik kepada orang-orang miskin. Claret meghayati pengurapan dan perutusan oleh Roh Kudus untuk mewartakan kabar gembira kepada orang miskin. Dalam seluruh karya misinya, Claret selalu bersedia untuk diutus kemana saja (Aut. 156,161). Dimensi perutusan ini senantiasa dibingkai oleh sikap taat dan setia selalu pada perutusan uskup (Aut. 195), bukan demi “keinginan pribadinya” (Aut.194, 196); Claret senantiasa mengutamakan “perkara-perkara Gereja” (Aut.734, 735). Pater Claret sungguh menyadari bahwa Ketaatan akan perutusan menjadikan kerasulan kita akan menghasilkan buah (Aut. 192).
            Ketiga, Kesaksian. Bagi Claret, seorang misionaris apostolik hendaknya menghayati gaya hidup yang sungguh apostolik dan injili. Seorang misionaris adalah tanda dan saksi akan Kerajaan Allah dan Injil Kristus. Demikian digarisbawahi oleh Claret dalam autobiografinya: “Dengan meneladani Kristus, seorang misionaris harus membuat dan mempraktekan lebih dahulu, barulah mengajar” (Aut. 340). Hal ini selaras dengan pernyataan Dokumen Kapitel Mision Claretian Today: "Kesaksian hidup adalah sarana istimewa bagi evangelisasi. Evangelisasi tanpa kesaksian hidup yang benar maka karya pewartaan kita mustahil bisa dipercayai" (MCT 152).
            Keempat, Kerasulan lingkar luar-periferi. Dalam seluruh hidup dan pelayanannya, Claret selalu menunjukan kedekatan,cinta dan kepedulian terhadap mereka yang miskin. Dia merasa dipanggil dan diutus untuk mewartakan Injil dan berpihak terhadap orang-orang kecil dan miskin. Sikap option for the poor bukanlah sebatas pada rasa iba atau belaskasihan, melainkan secara nyata dan total bersolider dan berpihak terhadap orang-orang kecil dan miskin yang dijumpainya dalam ziarah misionernya. Dalam Autbiografinya kita dapat menemukan beberapa contoh kongkrit tindakan bela rasa dan solidaritas Claret terhadap mereka, misalnya: dia merelakan jatah makan siang diberikan kepada seorang janda yang anaknya kelaparan; dia tidak merasa sungkan menerima ajakan seorang pengemis untuk makan bareng sepiring buncis bersama-sama; dia tidak pernah merasa lelah mengunjungi orang sakit baik siang maupun malam; Claret selalu membela keadilan dan martabat kaum negro serta menyediakan lapangan kerja selama menjadi Uskup di Kuba; selama dia menjadi Bapa Pengakuan Ratu dia tidak mau tinggal di dalam kenyamanan dan kemewahan istana, tetapi meminta tinggal di luar istana supaya dapat melayani orang-orang kecil dan miskin…. Masih banyak contoh kongkrit lainnya yang menunjukan betapa besar solidaritas dan keberpihakan Claret terhadap mereka yang kecil dan miskin.
            Kelima, Komunitas "Sarang Lebah". "….rumah kami seperti sarang lebah, yang satu keluar yang lain masuk menurut ketentuan yang saya berikan kepada mereka, dan mereka semua selalu sangat gembira dan bahagia. Maka orang-orang di luar heran akan apa yang mereka lihat,  dan memuji Allah" (Aut. 608). Bagi Claret, keteraturan hidup dan persaudaraan dalam komunitas menjadi tanda kesaksian yang efektif dan kekuatan evangelisasi. Hidup persaudaraan komunitas selain menjadi kekuatan demi kesuksesan dalam bermisi, juga saksi nyata akan Kabar Baik dan sukacita Injil bagi sesama.  Kasih, keramahtamaan, solidaritas, communio­, sehati sejiwa dalam hidup bersama akan menjadikan komunitas kita “sarang lebah”, yang menghasilkan madu sukacita bagi orang-orang di sekitar kita.

4. Catatan Ahkir
            Kongregasi kita telah mencanangkan bulan Oktober 2019 sebagai "Bulan Misi Extraordinary-Luar Biasa". Sebagai Misionaris Claretian, kita dipanggil untuk belajar dan menyerupai spirit Misionaris Apostolik St. Antonius Maria Claret. Di tengah arus gelombang perubahan zaman now, kita dituntut untuk tetap teguh dan setia pada kharima misioner yang telah diwariskan oleh Bapa Pendiri kita. Kita semua diminta untuk tidak melupakan identitas kita di tengah dunia dan Gereja, yakni sebagai Misionaris-pewarta Sabda Allah. Misionaris adalah ADN kita sebagai Claretian. Missionarii sumus…Somos Misioneros…We are Missionaries…KITA ADALAH MISIONARIS.



Bibliografi:
1.      Jose Maria Viñas dan Jesus Bermejo, San Antonio Maria Claret, Autobiografia, Editoral Claretiana, Barcelona, 2018.
Emilio Vicente Mateu, San Antonio María Claret, Misionero Apostólico, Publicaciones Claretiana, Madrid, 2017.

Senin, 21 Oktober 2019

Rolin -"AEYG 2019 + CF Timor Leste"-


 AEYG 2019 + CF TIMOR LESTE 
 5 TO 11 AUGUST 2019

Hay... i’m Rolin
From AMC West Timor Indonesia









            Kisahku berawal ketika saya dipercayakan teman-teman AMC KUPANG untuk mengikuti kegiatan AEYG 2019 di Dare, Timor  Leste. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada tanggal 5 sampai 11 Agustus 2019. Ketika tiba waktunya, kami semua peserta AEYG 2019 dari beberapa Negara di Asia melakukan perjalan menuju ke Dare, Timor Leste. Perjalanannya cukup jauh dan melelahkan. Dan yang saya lebih senang lagi yaitu kami semua peserta AEYG free visa. This is my first time to follow AEYG.




First day: Kira-kira pukul 19.00 WITA kami semua rombongan tiba dengan selamat di tempat kegiatan. Ketika turun dari bus, kami disambut dengan tarian Likurai. Setelah itu, kami semua dikalungkan dengan selendang motif Timor Leste. Sungguh pada waktu itu pula, saya merasa dihormati dan dihargai sekali. Karena ini adalah momen pertama kali sama di terima dengan tarian penjemputan dan dikalungkan selendang. Bagi saya pribadi, ini adalah pengalaman terindah yang boleh saya nikmati semasa hidup. Dan ini pula pengalaman pertama kali saya mengikuti kegiatan AEYG. Yang paling menarik dari kegiatan ini yaitu, saya dapat berkenalan dengan teman-teman dari beberapa Negara di Asia diantaranya: Filipina, Korea Selatan, Taiwan, Makau, Hong Kong, Sri Lanka, jepang  dan Timor Leste. Setelah acara pengalungan selesai, kami diarahkan ke taman tengan untuk melaksanakan beberapa agenda berikutnya. . Kami dibagi dua orang untuk satu kamar tidur. Kami semua mendapatkan satu tas ransel yang beisi 1 baju kaos, 1 botol air, 1 pen, 1 buku, 1 sal dan 1 tas samping. Semua latar tempat dan suasana telah ditata dengan sebaik mungkin adanya  sangat strategi dan menyenangkan. Kita dapat melihat secara langsung panorama indahnya kota Dili dari puncak pegunungan di Dare. Lebih indah ketika waktu malam hari. Semua schedule kegiatan telah tertulis dalam buku yang dibagiakan kepada kami para peserta AEYG. Dan agenda terakhir pada hari pertama yaitu presentation of participants (perkenalan nama)
 
Second day: Hal baru yang saya alami disana selama kegiatan adalah ketika waktu breakfast tiba yang dihidangkan bukanlah nasi seperti lazimnya di Indonesia tapi yang disiapkan adalah roti tawar yang baru dioleskan pakai mentega atau selai atau cokelat dan ditemani susu/kopi/teh terserah mana yang kita suka. Sungguh luar biasa indah keagungan Tuhan dalam hidup ini. Karena tidak terbiasa makan roti pagi-pagi, saya pun merasa lapar lagi pada pukul 09-10. Wkwkwkkwkw…….untungnya ada schedule jam snack pagi dan sore. Lega aku deh. Pada tanggal 06 Agustus 2019, sebelum memulai agenda berikut kami mengawalinya dengan misa pembukaan yang di pimpin langsung oleh Bapak Uskup Timor Leste. Ketika diwawancarai oleh wartawan, Beliau merasa sangat bangga pada kongregasi Claretian karena mampu merangkul semua kaum muda dari Negara-negara di Asia. Beliau berharap dengan adanya kegiatan ini, semua kaum muda di dunia lebih khusus di Timor Leste lebih membuka diri bagi Gereja dan dunia. Melalui tema AEYG 2019 ‘’THE SOLIDARITY OF CHRIST IMPELS US: GO, SELL, SHARE AND FOLLOW’’beliau mengatakan ”give your love to another with heart. Solidarity is an important point in our life”

Third day: Seperti biasanya yang sering kami lakukan sesuai jadwal harian, setelah breakfast dan misa pagi, kami melanjutkan dengan sharing-sharing yang dibawa langsung oleh orang -orang terhebat di Timor Leste. Untuk hari ini, ada 3 sesi bicara. Untuk sesi yang pertama berbicara tentang “ Biblical Foundation of Solidarity of Christ impels us (Mat 19: 16-26, Luk: 10: 25-37). Sesi ini dibawa oleh Fr. Dr. Valens Agino. CMF. Melalui kedua injil (Matius dan Lukas) Beliau menegaskan bahwa Yesus menguji pemuda yang kaya itu pada titik terlemah dalam dirinya, yaitu kekayaan. Ia tidak bersedia untuk mengutamakan Kristus lebih daripada hartanya. Apakah pernyataan Yesus berarti bahwa semua orang beriman hrus menjual semua miliknya? Tidak, karena kita juga harus memenuhi kebutuhan keluarga kita dan sesame. Sekalipun demikian, kita harus bersedia untuk menyerahkan apa saja yang diminta oleh Tuhan Yesus. Sesi kedua berbicara berkaitan dengan “ theology and spirituality foundation of solidarity” yang dibawa oleh kongregasi OFM.  Materinya mudah dimengerti karena ada 3 bahasa yang digunakan. Untuk menghilangkan rasa jenuh, kami dihibur dengan animasi-animasi. Hal penting yang saya ambil dari sesi ini yaitu,”solidarity is about valuing our human being and respecting who they are follow as individuals.” Dan sesi yang terakhir yaitu tentang”solidarity in the Charism of Saint Anthony Mary Claret oleh Sr. Geraldine Sasirekah, RMI. Inti dari pembicaraan ini yaitu HAVE SPIRIT OF SOLIDARITY, MENELADANI KARISMA-KARISMA DARI PATER CLARET DAN MEWUJUDNYATAKANNYA DALAM KEHIDUPAN NYATA SERTA MEMBERI DIRI SECARA TOTAL BAGI SESAMA. Setelah selesai dinner, kami menyiap diri untuk cultural night. Semua nampak sangat indah mempesona pada malam itu. Semua yang dipentaskan so amazing and marvelous. 

Fourth day: For the first time bagi saya dan mungkin bagi teman-teman mengikuti misa pagi menggunakan bahasa Mandarin. Konsentrasi selama misa sudah tidak bisa terkontrol lagi. Apalagi ketika dengar Homili. Yang bisa hanya ucap AMEN saja selama Misa berlangsung. Tapi sebagai orang yang takut akan TUHAN, saya mengikuti misa menggunakan bahasa saya sendiri tapi bicara dalam hati saja. Untungnya di HP saya ada aplikasi Alkitab sehingga saya bisa tahu injil apa hari itu. Setelah Misa kami breakfast dan melanjutkan agenda berikutnya. Kami dibagi dalam 3 group sesuai warna baju(red, grey and blue). Kami group grey. Pada hari itu kami sangat lelah karena seharian  menghabiskan waktu untuk Tour de Timor Leste. Banyak tempat-tempat bersejarah yang kami kunjungi yaitu MALOA Sisters Orphanage, ALMA Sisters Orphanage, Fr. Adrianus Ola Duli Orphanage, Dominikan Convent Orphanage in Bidau, St. John Paul 11 Sanctuary of Tasi-Tolu, Cathedral, Igreja Motael, CMF Hera, dan terakhir di Cristo Rei. Hari itu adalah harinya kami menguasai seluruh daerah Timor leste. Mengapa saya katakan demikian? Karena hari itu merupakan hari teristimewa bagi kami Kaum Muda. Selama  dalam perjalanan kami dikawal oleh polisi Negara. Oleh karena itu, biar pun lampu merah kami jalan terus. Hari itu juga saya merasa kalau saya sedang berada diposisi pejabat-pejabat Negara. Mengapa? Karena bagi orang Timor Leste hal demikian hanya bisa dilakukan oleh presiden dan Menteri-Menterinya saja. Seharian kami menghabiskan waktu untuk keliling kota Dili. Untuk makan siangnya panitia adakan di luar yaitu di sebuah Resto ternama di Timor Leste. Semua jenis makanan apapun yang kami inginkan semuanya telah disajikan. Sungguh puas dan bahagia saya waktu itu. Pokoknya selama kegiatan seminggu tak ada kata sedih, kecewa ataupun hal buruk lainnya yang muncul waktu itu. Setelah seharian Travelling, kami semua go back ke tempat untuk personal needs dan dinner serta mengsharingkan tentang assessment of the tour. Banyak kesan-kesan yang kami alami selama perjalanan yaitu, nice views, so amazing, interesting. Meskipun terlihat lelah tapi kami sangat puas dengan apa yang kami rasakan, kami dapat hari itu. Pada hati itu, kami di wawancarai oleh reporter-reporter dari beberapa channel TV di Timor Leste.



Fifth day: hari ini kami mengadakan Misa di sore hari. Kali ini Misa dalam bahasa Filipina Tagalog. Setelah breakfast, kami melanjutkan agenda berikut yaitu melanjutkan sesi-sesi materi yang lain. Namun sebelum memulai materi, sebagai penyegaran kami memulai dengan animasi AEYG 2019 dan animasi dari teman-teman AMC dari Flores. Materi  pertama untuk hari ini adalah tentang “ DOING SOLIDARITY”. Materi ini di bagi kedalam 3 sesi. Sesi 1 dibawa oleh kongregasi  MC, sesi 2 oleh kongregasi ALMA dan terakhir oleh kongregasi RMI dan CMF. Doing solidarity berarti: giving some land(health, education), helping  need people,to give education with quality helping people grow in faith serta general cleaning. Dari materi tadi semua, saya menyimpulkan bahwa Yesus berpesan supaya kita mempunyai perasaan kasihan atau compassion terhadap sesama serta to be servant to others. Karena merasa sudah tidak konsen lagi, kami melakukan animasi AEYG 2019 dan snack sore. Hari ini kami dinner agak cepat yaitu pukul 18.30 karena masih ada Claretian Night dan opening prayer.  Malam ini malam api unggun. Suasana malam yang kelam dibawah naungan bintang-bintang gemerlap, kami menyalakan lilin-lilin kecil sebagai pelita kehidupan dan terang dunia. Dimalam  ini, kami merasa kehangatan yang Tuhan berikan kepada kami melalui sama saudara sekalian. Kami semua baris berpasangan sambil berpegangan tangan sebagai simbol fraternity berjalan menelusuri lorong-lorong menuju taman tengah sambil bernyanyi gembiga riang untuk melepas segala beban ataupun masalah sampai lilin-lilin semua meleleh habis. Dan dilanjutkan dengan tebe-tebe bersama serta closing prayer oleh RMI Sisters.

Sixth day: pagi ini Misa dalam bahasa Indonesia dan koornya oleh AMC dari Indonesia(saya sendiri). Koornya sangat meriah…....selepas Misa, kami foto bersama karena bagi kami tiada hari tanpa moment. Wkwwkwkkwkwk………….hari ini hanya 1 materi saja guys jadi kami mengisi waktu kosong dengan goyang bersama. Sepertinya selama kegiatan AMC West Timor yang paling semangat kalau soal goyang-goyang. Bukan hanya goyang tapi juga ada game-game yang dibawa oleh MAMI KESAYANGAN KAMI. Beliau bernama Mami Elis Lo’wo. Beliau adalah seorang KARISMATIK sehingga beliau sangat bersemangat dalam hal apapun. Kelihatannya sudah cukup tua namun semangatnya masih tetap ada dalam dirinya. Kami semua merasa sangat terhibur dengan game-game yang beliau berikan. Kami semua take a rest sebentar untuk snack. Pukul 15.00, kami melanjutkan materi terakhir yaitu tentang “commitment to live in solidarity through GO, SELL and SHARE” yang dibawa oleh Bruder Carlos,CMF. Kami dibagi dalam beberapa kelompok, dan dalam satu kelompok mendapatkan satu kata yang menjadi suatu komitmen dalam kehidupan. Kelompok kami mendapat kata EDUCATION. Yang harus dikerjakannya adalah bagaimana hubungan kata tersebut (education) dengan solidarity? Menurut kelompok kami, education is very important for our future. It helping people grow in faith, proclaiming of the gospel, share what we have and nothing solidarity without mercy. Materinya sangat menarik dimana mengajak kita semua untuk menanamkan sikap solidaritas yang tinggi dalam aspek apapun dan merealisasikan dalam kehidupan bersama. Selepas itu, kami diberi waktu untuk personal needs (packing) sekaligus siap diri untuk dinner and thanks giving farewell night. Malam itu benar-benar malam yang terakhir. Banyak pesan dan kesan yang kami alami selama kegiatan. Malam ini kesempatan buat kami untuk siangkan malam ini(goyang bersama). Dan moment itu pula kami diberi kesempatan untuk exchange gifts. Swear, it was so beautiful moment in my life that I have been ever found. Many gifts that I have got from my friends of  Philippines, East Timor, Taiwan and also Indonesia. I was felt thankful, grateful, happy, and so on. The day of blessed day to our journey in Dare. 


The last day: Misa pagi seperti biasa sekaligus lonceng BAHWA telah selesainya kegiatan AEYG 2019 dan breakfast. Hanya perasaan sedih hari itu seakan tak mau beranjak dari Dare. Namum apalah daya kalau waktu takkan pernah kembali lagi. sKami semua bersalaman sambil menitikkan piluh seakan tak ingin berpisah dan jauh dari teman-teman semua. Ada beberapa teman yang hari itu langsung pulang ke tempat mereka masing-masing. Ketika melihat teman-teman beranjak dan pergi, mata ini hanya bisa menangisi kepergian mereka. Hanya doa dan air mata yng mengiringi kepergianmu kasih. Semua kenangan yang dirajuti bersama  akan menjadi sebuah kenangan yang bercoretan tinta merah yang disimpan Wahai kalian semua kapan lagi kita berbincang-bincang? Kapankah lagi kita bersenda gurau? Hanya Sepucuk kata yang dapat aku berikan padamu Kasih, “ terima kasih atas cinta tulusmu.selamat jalan kasih, semoga tiba dengan selamat. Sampai jumpa dilain waktu”. Terima kasih atas moment kisah kasih ini. Semoga aku, kamu dan kita berada dalam sikap bersolider. Karena solidaritas Yesus menuntun kita kejalan yang benar. Sambil menunggu bus datang, kami bernyanyi dan tertawa bersama sambil menaikan syukur selimpah-limpahnya karena Anugerah Tuhan sungguh luar biasa bagi kami. Setelah beranjak dan pergi. Memang betul perpisahan adalah moment yang sangat menjengkelkan apa boleh buat semua hanyalah kenangan belaka. Semua karena cinta….cintalah yang menyatukan dan cintalah yang memisahkan. Namum tak apalah semuanya itu kubawa dalam Doa dan kukenang selalu dalam sanubariku. Malam itu kami nginap di Ai-Mutin Parish di beberapa rumah umat. Senja hari kami pesiar di kota Dili sambil membeli buah tangan untuk sobat-sobat. Paginya kami berangkat pukul 06.00 ke Indonesia bersama teman-teman AMC dari Taiwan. SAYONARA DARE, TIMOR LESTE. TERIMA KASIH ATAS KASIH SAYANGMU. TERIMA KASIH ATAS PENGOBANAN DAN KETULUSANMU. NAMAMU AKAN KU UKIR SELALU DALAM KALBU DOAKU.

Inti dari kegiatan AEYG 2019 + CF ini bukan hanya mendapat banyak teman, banyak kenalan ataupun foto-foto selama kegiatan yang dibawa pulang namun, yaitu SOLIDARITAS yang tinggi yang harus dibangun dan diwujudnyatakannya dalam kehidupan sehari-hari melalui perbuatan dan tingkah laku yang menjadikan sesama semakin tumbuh dan berkembang dalam iman akan Tuhan serta meneladani karisma-karisma suci dari Bapak Pendiri St. Antonius Maria Claret. Dan perlu sikap FORGIVENESS. Because forgiveness is the best form of love. It takes a strong person to say sorry and even stronger person to forgive. Dan juga pesan dari Bapak Uskup Timor Leste yaitu” give your love to another with heart. SOLIDARITY is an important point in our life. Life is not easy but you must easy going. Be the agen to chance. So, do not only talk but action”. Because the Youth are the now of GOD.
Through the pilgrimage we had, we are really blessed to be witnesses of hope, love and solidarity. Let us to GO forth, SELL ourselves to each other, SHARE what we have and FOLLOW Jesus Christ as He is our role model of Solidarity. And when I met people in there, I have shed my tears and learned values that I will use and remember for a lifetime. People in there very welcome for us. It was beautiful, East Timor was beautiful. My AEYG experience was beautiful and it was meaningful.

                          





      UNFORGETABLE MEMORIES (DARE, 5 TO 11 AUGUST 2019)
Berikut kenangan kami selama kegiatan AEYG 2019 + CF DILI, TIMOR LESTE








 







 
Motivation words:
Through the pilgrimage we had, we are really blessed to be witnesses of hope, love and solidarity. Let us to GO forth, SELL ourselves to each other, SHARE what we have and FOLLOW Jesus Christ as He is our role model of Solidarity. And when I met people in there, I have shed my tears and learned values that I will use and remember for a lifetime. People in there very welcome for us. It was beautiful, East Timor was beautiful. My AEYG experience was beautiful and it was meaningful.

                                                BE ONE UF US. BE  A CLARETIAN FAMILY.
                                                            WE ARE THE NOW OF GOD
                                                                        VIVA AMC