Selasa, 07 April 2020

claret "6 april"

6 APRIL
A) CLARET: SEORANG MISIONARIS TEGAS DAN LEMBUT
Pertama kali saya membaca kata-kata ini dari rasul kudus, saya jadi takut ketika melihat bahwa pengetahuan tanpa kemanisan, tanpa kelembutan hati, bersifat setan. Tuhanku, bersifat setan! Ya, bersifat setan dan pengalaman mengajarkan kepada saya bahwa semangat yang sengit adalah senjata yang dipakai oleh setan, dan imam yang bekerja tanpa kelembutan hati melayani setan, bukan Yesus Kristus. Bila dia berkhotbah, ia menghalau para pendengarnya; bila ia menerima pengakuan, ia menghalau mereka yang bertobat, dan kalau mereka mengaku dosa, mereka melakukannya dengan tidak baik karena mereka berbising dan menyembunyikan dosa mereka karena takut. Saya sudah menerima sangat banyak pengakuan umum dari orang-orang yang telah menyembunyikan dosa-dosa mereka dari bapa pengakuan yang memarahi mereka (Aut. 376).
O Allahku, berilah saya semangat yang bijaksana dan berhati-hati supaya saya melaksanakan segala sesuatu… dengan tegas namun halus, dengan lembut hati dan cara yang baik. Saya berharap supaya bertindak dalam segala hal dengan kebijaksanaan yang kudus, dan untuk itu saya ingat bahwa kebijaksanaan lahir dalam diri manusia bersamaan dengan akal budinya, dikembangkan lewat studi, dikuatkan dengan bertambahnya usia, dijernihkan dengan percakapan dan hubungan dengan mereka yang bijak, dan disempurnakan dalam pengalaman terhadap kejadian-kejadian (Aut. 383).
B) REFLEKSI PRIBADI
1. Semangat misionermu, apakah penuh hati-hati dan bijaksana atau impulsif dan pahit?
2. Apakah engkau pernah menjauhkan atau mengucilkan seseorang dari Gereja atau bahkan menjauhkannya dari iman karena suatu semngat yang keliru?
3. Apakah engaku berusaha agar kelembutan hati membentuk kasih yang lemah lembut bagi semangat misionermu?
4. Apakah engkau yakin memiliki sebuah gaya yang tidak menyakitkan-menyerang baik  dalam berbicara maupun dalam berelasi dengan orang lain? Bagaimanakah usahamu untuk memperbaikinya? 

C) KATA-KATA INSPIRATIF: “Ketika kita sungguh-sungguh berakrab dengan Allah, kita tidak dapat melihat Allah sebagaimana ada-Nya Dia. Bahkan kita sendiri tidak dapat melihat diri kita sendiri dalam relasi tersebut. Ini adalah suatu adhesi (faktor pendukung) dimana dapat meleburkan Allah dan kita sendiri dalam relasi itu” (Paul Cautinho) -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar