Sabtu, 15 Februari 2020

Revolution and challenge AMC Kupang #Valentine's Day 2020

"revolution and challenge"
AMC Kupang 
Valentine day 2020

Insan-Insan Penjaga Sumbu
Dalam baris dan hitungan cinta, kami mungkin insan yang paling tak beruntung dalam merayakan hari persabatan ini. Kami terlalu malang yang absen dalam glamour, gebyar lagi gegap gempita Valentine Day malam ini. Betapa tidak, faktanya; kami hadir dan berteduh dibawah gubuh beratap miring dan nyaris tak terlihat karena disembunyikan malam. Parahnya lagi, disini kami hanya temukan wajah kusam yang kecewa oleh kesepian. Kami hanya berpijak kaki pada lantai kasar seirama nada rasa yang tak karuan. Kami hanya mendengar nyanyian senduh yang selalu memaksa kami tuk berbalik pada kesakitan kemarin. Luka kami pun semakin menganga, parah bahkan deruhnya mewarnai keharusan bahagia hari ini. Kami hanya berkaroke, bertik-tok, sekedar mengelabui situasi kesenduhan yang berdiam di penghujung nubari. Ini dingin dan semakin keram. Kami bers-selfie untuk menyembunyikan kekakuan wajah-wajah kering ini. Kami hanya bernyanyi tetapi bukan penyanyi otentik yang menunjukkan kebolehannya. Bodohnya lagi suara kami harus didengar begitu nyaring oleh penjaga malam. Kami harus makan dari piring plastik kehampaan dan mimun dari gelas kekecewaan yang tak berbentuk. Bodohnya suara kami harus mengusik kenyaman hati dan telinga pertiwi sehingga orang menyebut kami orang yang haus dengan bahagia. Bodohnya karena ekspresi kekeraman ini harus diungkapkan. Kepalsuan ini harus digemakan. Mengapa? Namun itulah cerita tentang kebersamaan yang terlihat pupus dalam polesan ketakpastian. Mungkin terlihat dan terdengar demikian.
Mungkin kami adalah orang-orang “gila” seperti kata Freidrich Nietzche yang menyalakan pelita di siang hari. Sumbu kami begitu kecil tak berarti dengan terang bahagia di malam ini. Tetapi kami harus menjaga sumbu ini tuk tetap bernyala. Bahkan harus tetap bernyala dalam gelap maupun terang. Sebab 1 atau 2 tangan tak pernah cukup jemarinya untuk menutupi pelita ketika badai menerpa. Kami juga harus menjaga air tetap berpadu minyak ini. Tetap bersama dalam kesatuan namun tak sama. Kami tetap berbeda dalam kebersamaan. Perbedaanlah yang akan terus membiarkan “sumbu terapung” ini tak redup oleh kedinginan malam. Dengan perbedaan, kami menghisai cerita yang tak pernah mendua. Cerita, Aku “ALL”, tak pernah kehilangan lagi kekurangan dalam dalam kebersamaam. Aku “Ferdy” melihat kenyataan secara berbeda tak sama seperti kebanyakan orang. Aku “Florida” tak ada yang lebih tapi berjuang tuk membagi satu titik kekurangan dengan ketulusan iklas. Aku “Wita”, ternyata kekosongan bukan akhir tetapi jalan untuk menemukan terang. Aku “Grace”, tentang angka 2020, ibarat kegenapan “2” dan lingkaran “O” yang mengajarkan bahwa kesabaran tak punya akhir. Aku “Yoris” mungkin ini kegilaan, memaksakan sumbu harus menyala di kesiangan tetapi ini bukan soal terang yang mengkerdilkan nyala sumbu ini tetapi “protes” tentang gemahan rasa yang tak bertepi lagi tak bersandar pada palungan yang tepat. Aku “Fr. Hergi”, seperti kelemahan harus membuka cerita kegelisahan, tetapi kesediaan tuk merendah seperti seorang penderita/penyakitan yang sujud pasrah dibawah kaki Sang Tabib. Aku “Jo” aku tidak harus selalu ada yang tukmu, kelurgaku, pacarku, orang tercintaku sebab  jiwak untuk semua. 

Cerita,...
Sebenarnya, “Kami hanya penjaga sumbu”. Bukan suatu kesalahan untuk merawat nadi kebersamaan ini erat terpadu untuk terus menyala. “Kami hanya penjaga sumbu” walau kelihatannya terapung dipermukaan karena mustahil pelita diletakan dibawah tempat tidur padalah terangnya harus bercahaya diseluruh ruangan. “Kami hanya penjaga sumbuh” yang harus berharap akan kepastian hari esok. “Kami hanya penjaga sumbu” yang senantiasa bersuara dalam diam tanpa kata. “Kami hanya penjaga sumbu” yang mengikat persahabatan dengan binar dan bercak cahaya. Itu mungkin fatamorgana namun kami bercahaya. “Kami hanya penjaga sumbu” yang tak pernah takluk dalam terpaan angin dan gelora gelombang. “Kami hanya penejaga sumbu” yang takkan redup dibawah hawa sejuk kepalsuan. “Kami hanya penjaga sumbu” yang bukan hanya mengumbar janji atau terpaku dalam keisengan cerita tapi komitmen konkret. Sumbu kebersamaan. sumbu persahabatan. sumbu kasih. Sebab perkara sumbu bukan soal perkara “satu benang” tetapi ikatan terpadu rukun dan erat dari “sekian benang” untuk melahirkan satu nyala terang bagi diri dan yang lain. Sumbu itu adalah kami. Walau dalam perjalanan yang terlihat keruh oleh serpihan bara yang terendam mati menghitam dalam cerita hidup namun takkan membelokan gerak batin menuju cita-cita. Dengan kelam itu mendidik kami itu untuk merasa bahwa hitam bukan noda tetapi batu loncatan yang memurnikan perjuangan, harapan lagi cita-cita. 
Cerita..,
Valentine Day adalah perkara persahabatan. Suatu perayaan kebersamaan. Thomas Aquinas berujar, persahabatan adalah hal yang paling berharga yang melebihi apapun di dunia ini. Beginilah kata-kata kami tentang Valentine Day: “aku merindukan kalian”; “kasih dalam lingkaran”;
 keluarga sumber kekuatan”; 
jangan seperti kucing”; 
i need you”;
 terang dalam gelap”;
 Maaf-terimah kasih”; 
Senyum-Terima kasih ;
seperti teka-teki”; 
apa kabar Kamu”; 
(AMC challenge, 14 Ferbruari 2020).

2 komentar: